Kritik Ibn Araby atas Asy’ariyah dan Mujassimah

Ibn Araby merasa heran kepada dua kelompok besar Asy’ariyah dan Mujassimah, betapa mereka salah dalam mengartikan “lafal polisemi” (lafz musytarak) dalam Al-Qur’an dan hadis dan menyebutnya sebagai pengakuan akan “keserupaan” (tasybih). Padahal, adanya keserupaan hanya terjadi jika terdapat kata “misl” (seperti) atau huruf “kaf penyifatan” di antara dua perkara dalam bahasa Arab, dan hal semacam ini jarang sekali ditemukan dalam ayat Al-Qur’an atau hadis mana pun yang mereka jadikan sebagai dalil akan adanya keserupaan.

Kaum Asy’ariyah mengira bahwa ketika mereka menakwilkan sebuah kata, mereka telah terhindar dari pernyataan adanya keserupaan, padahal sebenarnya mereka belum terlepas darinya. Mereka hanyalah berpindah dari menyerupakan Allah dengan benda-benda jasmani (ajsam) kepada penyerupaan dengan makna-makna baru (al-ma’ani al-muhdasah) yang jelas berbeda dengan sifat-sifat qadim baik dari segi hakikat maupun definisinya. Dengan ini, mereka tidak benar-benar terlepas dari menyerupakan Allah dengan benda-benda baru.

Jika kita mengutip pendapat mereka, kami tidak akan mengubah pengertian kata, misalnya,”duduk di atas” (istiwa‘) dalam firman Allah: “Ar-Rahman duduk (istiwa’) di atas ‘Arsy” (QS. 20:5) dengan arti “menetap” (istiqrar) menjadi “duduk di atas” dengan arti “menguasai” (istila‘) sebagaimana mereka mengubahnya. Apalagi kata ‘Arsy (singgasana) disebutkan berkaitan dengan istiwa‘, maka makna “menguasai” menjadi batal melalui penyebutan “singgasana” (‘Arsy). Sehingga mustahil untuk mengubahnya menjadi makna lain yang menafikan makna “menetap”.

Menurut Ibn Araby, sesungguhnya pengakuan akan keserupaan tidak terjadi pada “apa yang diduduki” yang merupakan benda jasmani. Istiwa‘ adalah sebuah realitas yang dapat dipikirkan dan bersifat maknawi yang dapat dinisbahkan kepada setiap zat sejauh apa yang diberikan oleh hakikat zat tersebut. Tidak perlu bagi kita untuk membebani diri dengan mengubah makna “duduk” dari makna lahiriahnya. Karena hal itu adalah sebuah kesalahan nyata yang jelas-jelas terlihat.

Adapun para pengikut Mujassimah, seharusnya mereka tidak perlu melampaui makna lafal yang telah diturunkan itu kepada salah satu makna ihtimalnya, padahal mereka mengimani dan menyadari adanya firman Allah Swt.: Tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.” (QS. 42:11)

Sumber:

Buku “Al-Futuhat Al-Makkiyyah” karya Ibn al-Arabi jilid I hal. 157-158 terbitan Darul Futuhat, 2017

  1. Leave a comment

Leave a comment